Minggu, 31 Maret 2013

Metabolisme bilirubin


METABOLISME  BILIRUBIN
Pada individu normal, sekitar 85% bilirubin terbentuk dari pemecahan sel darah merah tua dalam sistem monosit makrofag. Masa hidup rata-rata sel darah merah adalah 120 hari. Setiap hari sekitar 50 ml darah dihancurkan, menghasilkan 200 sampai 250 mg bilirubin. Kini diketahui bahwa sekitar 15 % pigmen empedu total tidak bergantung pada mekanisme ini, tetapi berasal dari destruksi sel eritrosit matang dalam sumsum tulang (hematopoiesis tidak efektif) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati.
Pada katabolisme hemoglobin (terutama ter­jadi dalam limpa), globulin mula-mula dipisahkan dari hem, setelah itu hem diubah menjadi biliver­din. Bilirubin tak terkonyugasi kemudian dibentuk dari biliverdin. Bilirubin tak terkonyugasi berikat­an lemah dengan albumin, diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Metabolisme bilirubin oleh sel hati berlangsung dalam empat langkah  produksi, transportasi, konyugasi, dan ekskresi
1. Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk scbagai akibat degradasi hemoglobin pa­da sistem retikulocndotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi daripada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglo­bin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu bili­rubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat wama diazo (reaksi Hymans van den Bergh), yang bcrsifat tidak. larut dalam air tetapi larut dalam Ie­mak.
2.Transportasl
Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin. Sel parenkima hepar mem­punyai cara yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Biliru­bin ditransfer melalui membran sel kcdalam hcpatosit sedangkan albumin tidak. Pengambilan oleh sel hati memerlukan protein sitoplasma atau protein penerima, yang diberi simbol sebagai protein Y dan Z. Di dalam sel bilirubin akan terikat terutama pada ligandin (- protein Y, glutation S-transferase B) dan sebag;an kecil pada glutation S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses 2 arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligandin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak. Pem­berian fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligandin dan memberi tem­pat pengikatan yang Iebih banyak untuk bilirubin.
3. Konyugasi
Konyugasi molekul bilirubin dengan asam glukuronat berlangsung dalam retikulum endo­plasma sel hati. Langkah ini bergantung pada adanya glukuronil transferase, yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi. Konyugasi molekul bilirubin sangat mengubah sifat-sifat bilirubin. Bilirubin ter­konyugasi tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalan air dan dapat diekskresi dalam kemih. Sebaliknya bilirubin tak terkonyugasi larut lemak, tidak larut air, dan tidak dapat diekskresi dalam kemih. Transpor bilirubin terkonjugasi melalui membran sel dan sekresi ke dalam kanalikuli em­pedu oleh proses aktif merupakan langkah akhir metabolisme bilirubin dalam hati. Agar dapat di­ekskresi dalam empedu, bilirubin harus -diko­nyugasi. Bilirubin terkonyugasi kemudian di­ekskresi melalui saluran empedu ke usus halus. Bilirubin tak terkonyugasi tidak diekskresikan ke dalam empedu kecuali setelah proses foto-ok­sidasi
4.         4. Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan diekskresi dengan cepat ke sistem empcdu kemudian ke usus. Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonyugasi menjadi serangkaian senyawa yang dinamakan sterkobilin atau urobilinogen. Zat-zat ini menye­babkan feses berwarna coklat. Dalam usus bilirubin direk ini tidak diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihid­rolisis menjadi bilirubin indirek dan dircabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis. Sekitar 10% sam­pai 20% urobilinogen mengalami siklus entero­hepatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam kemih.

DAFTAR PUSTAKA
Hasan, R., Alatas, H., 2000, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 3, Cetakan 9, Jakarta, hal 1102-1105
Price, S.A., Wilson, L.M., 1995, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Jilid 1, Cetakan 1, Jakarta, EGC, Hal 435-436

Anatomi dan Fisiologi Gaster (Lambung)

ANATOMI LAMBUNG (GASTER)

Lambung berbentuk seperti huruf J dan merupakan pembesaran dari saluran pencernaan. Lambung terletak tepat dibawah diafragma pada daerah epigastrik, umbilikal, dan hipokardiak kiri di perut. Bagian superior lambung merupakan kelanjutan dari esofagus. Bagian inferior berdekatan dengan duodenum yang merupakan bagian awal dari usus halus. Pada setiap individu, posisi dan ukuran lambung bervariasi. Sebagai contoh, diafragma mendorong lambung ke bawah pada setiap inspirasi dan menariknya kembali pada setiap ekspirasi. Jika lambung berada dalam keadaan kosong bentuknya menyerupai sosis yang besar, tetapi lambung dapat meregang untuk menampung makanan dalam jumlah yang sangat besar.

Lambung dibagi oleh ahli anatomi menjadi empat bagian, yaitu bagian fundus, kardiak, “body” atau badan, dan pilorus. Bagian kardiak mengelilingi lower esophageal sphincter. Bagian bulat yang terletak diatas dan disebelah kiri bagian kardiak adalah fundus. Di bawah fundus adalah bagian pusat yang terbesar dari lambung, yang disebut dengan “body” atau badan lambung. Bagian yang menyempit, pada daerah inferior adalah pilorus. Tepi bagian tengah yang berbentuk cekung dari lambung disebut dengan lesser curvature atau lekukan kecil. Tepi bagian lateral ( samping ) yang berbentuk cembung disebut dengan greater curvature atau lekukan besar. Pilorus berkomunikasi dengan bagian duodenum dari usus halus melalui sphincter yang disebut dengan pyloric sphincter.
Dinding lambung disusun oleh empat lapisan dasar yang sama dengan dinding saluran pencernaan, dengan beberapa modifikasi. Ketika lambung berada dalam keadaan kosong, mukosa berada dalam bentuk lipatan-lipatan besar yang dinamakan rugae, yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Pemeriksaan mikroskopis dari mukosa menampakkan lapisan epitel kolumna yang sederhana (sel permukaan mukosa) mengandung banyak lubang sempit yang memanjang sampai lamina propria yang disebut gastric pits. Pada bagian bawah lubang adalah mulut atau lubang dari kelenjar lambung (gastric glands). Setiap kelenjar terdiri dari empat tipe sel sekretori, yaitu : zymogenic, parietal, mucous, dan enterendocrine. Zymogenic (peptic) atau sel kepala (chief cells) mengeluarkan prekursor utama enzim lambung, pepsinogen. Asam klorida (HCL) terlibat dalam perubahan pepsinogen menjadi enzim aktif yaitu pepsin, dan faktor intrinsik, terlibat dalam penyerapan vitamin B12 untuk produksi sel darah merah, yang diproduksi oleh sel parietal.
Sel mukosa, merupakan lapisan pertama (terdalam) yang mengeluarkan mukus. Sekresi dari sel zymogenic, parietal dan mucous secara bersama-sama disebut dengan gastric juice. Sementara itu, sel enteroendocrine mengeluarkan hormon gastrin yang merupakan hormon yang dapat merangsang sekresi dari asam klorida (HCl) dan pepsinogen, dapat merangsang kontraksi dari lower esophageal sphincter, meningkatkan motilitas saluran pencernaan dan membuat pyloric sphincter berelaksasi.
Lapisan submukosa (lapisan kedua) pada lambung tersusun atas jaringan ikat lunak yang menghubungkan mukosa dengan otot (muskularis).
Lapisan muskularis (lapisan ketiga), tidak seperti daerah lain pada saluran pencernaan, lambung mempunyai tiga lapisan otot (muskularis) halus ; lapisan longitudinal di sebelah luar, lapisan otot miring (oblique) di tengah, lapisan sirkular (melingkar) dibatasi oleh bagian badan dari lambung. Susunan serat ini memungkinkan lambung berkontraksi dalam berbagai cara untuk mengaduk makanan, memecahnya menjadi partikel-partikel kecil, mencampurnya dengan gastric juice dan membawanya ke duodenum.
Lapisan yang terakhir yaitu lapisan serosa yang menutupi lambung adalah bagian dalam peritonium. Pada kurvatura minor, dua lapisan visceral peritonium menyatu dan memanjang ke atas hingga ke liver (hati) menjadi omentum minus. Pada kurvatura mayor, visceral peritonium melanjutkan ke bawah menjadi omentum majus menggantung di atas usus.


FISIOLOGI LAMBUNG (GASTER)

Fungsi lambung terdiri dari:
1. menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.
2. getah asam lambung yang dihasilkan:
Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton)
HCl, fungsinya mengasamkan makanan, sebagai antiseptik dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga menjadi pepsin
Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein dari kaseinogen (kaseinogen dan protein susu)
Lipase lambung, jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung
Otot lambung yang tebal berfungsi untuk mengaduk dan menggerus bahan makanan didalamnya serta mencampur secara sempurna dengan getah sekret pencernaan yang dikeluarkan oleh lambung. Dinding lambung terdiri atas 4 lapisan, yaitu :
1. mukosa, berfungsi mensekresikan sesuatu yang diperlukan untuk mengabsorpsi vitamin B12. Didalam mukosa terdapat kalenjar yang berbeda yang dibagi menjadi tiga zona, yaitu :
 kelenjar kardia, berfungsi menghasikan lisozom
 kelenjar lambung, berfungsi mensekresikan asam, enzim-enzim, mukus, dan hormon-hormon.
 kelenjar pilorus, berfungsi menghasilkan hormon dan mukus.
2. submukosa, mengandung pembuluh darah, pembuluh limfa dan syaraf perifer.
3. muskularis
4. serosa, mengandung banyak lemak apabila umur bertambah.


PENCERNAAN DI LAMBUNG

1. MEKANIK
Beberapa menit setelah makanan memasuki perut, gerakan peristaltik yang lembut dan berriak yang disebut gelombang pencampuran (mixing wave) terjadi di perut setiap 15-25 detik. Gelombang ini merendam makanan dan mencampurnya dengan hasil sekresi kelenjar lambung dan menguranginya menjadi cairan yang encer yang disebut chyme. Beberapa mixing wave terjadi di fundus, yang merupakan tempat penyimpanan utama. Makanan berada di fundus selama satu jam atau lebih tanpa tercampur dengan getah lambung. Selama ini berlangsung, pencernaan dengan air liur tetap berlanjut.
Selama pencernaan berlangsung di perut, lebih banyak mixing wave yang hebat dimulai dari tubuh dan makin intensif saat mencapai pilorus. Pyloric spinchter hampir selalu ada tetapi tidak seluruhnya tertutup. Saat makanan mencapai pilorus, setiap mixing wave menekan sejumlah kecil kandungan lambung ke duodenum melalui pyloric spinchter. Hampir semua makanan ditekan kembali ke perut. Gelombang berikutnya mendorong terus dan menekan sedikit lagi menuju duodenum. Pergerakan ke depan atau belakang (maju/mundur) dari kandungan lambung bertanggung jawab pada hampir semua pencampuran yang terjadi di perut.
2. KIMIAWI
Prinsip dari aktivitas di perut adalah memulai pencernaan protein. Bagi orang dewasa, pencernaan terutama dilakukan melalui enzim pepsin. Pepsin memecah ikatan peptide antara asam amino yang membentuk protein. Rantai protein yang terdiri dari asam amino dipecah menjadi fragmen yang lebih kecil yang disebut peptide. Pepsin paling efektif di lingkungan yang sangat asam di perut (pH=2) dan menjadi inakatif di lingkungan yang basa. Pepsin disekresikan menjadi bentuk inakatif yang disebut pepsinogen, sehingga tidak dapat mencerna protein di sel-sel zymogenic yang memproduksinya. Pepsinogen tidak akan diubah menjadi pepsin aktif sampai ia melakukan kontak dengan asam hidroklorik yang disekresikan oleh sel parietal. Kedua, sel-sel lambung dilindungi oleh mukus basa, khususnya setelah pepsin diaktivasi. Mukus menutupi mukosa untuk membentuk hambatan antara mukus dengan getah lambung.
Enzim lain dari lambung adalah lipase lambung. Lipase lambung memecah trigliserida rantai pendek menjadi molekul lemak yang ditemukan dalam susu. Enzim ini beroperasi dengan baik pada pH 5-6 dan memiliki peranan terbatas pada lambung orang dewasa. Orang dewasa sangat bergantung pada enzim yang disekresikan oleh pankreas (lipase pankreas) ke dalam usus halus untuk mencerna lemak.
Lambung juga mensekresikan renin yang penting dalam mencerna susu. Renin dan Ca bereaksi pada susu untuk memproduksi curd. Penggumpalan mencegah terlalu seringnya lewatnya susu dari lambung menuju ke duodenum (bagian pertama dari usus halus). Rennin tidak terdapat pada sekresi lambung pada orang dewasa.


PENGOSONGAN LAMBUNG

Pengosongan lambung terjadi bila adanya faktor berikut ini :
 Impuls syaraf yang menyebabkan terjadinya distensi lambung (penggelembungan)
 Diproduksinya hormon gastrin pada saat makanan berada dalam lambung. Saat makanan berada dalam lambung, setelah mencapai kapasitas maksimum maka akan terjadi distensi lambung oleh impuls saraf (nervus vagus). Disaat bersamaan, kehadiran makanan terutama yang mengandung protein merangsang diproduksinya hormone gastrin. Dengan dikeluarkannya hormone gastrin akan merangsang esophageal sphincter bawah untuk berkontraksi, motilitas lambung meningkat, dan pyloric sphincter berelaksasi. Efek dari serangkaian aktivitas tersebut adalah pengosongan lambung.Lambung mengosongkan semua isinya menuju ke duodenum dalam 2-6 jam setelah makanan tersebut dicerna di dalam lambung. Makanan yang banyak mengandung karbohidrat menghabiskan waktu yang paling sedikit di dalam lambung atau dengan kata lain lebih cepat dikosongkan menuju duodenum. Makanan yang mengandung protein lebih lambat, dan pengosongan yang paling lambat terjadi setelah kita memakan makanan yang mengandung lemak dalam jumlah besar.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN PENGOSONGAN LAMBUNG
 Pompa Pilorus dan Gelombang Peristaltik
Pada dasarnya, pengosongan lambung dipermudah oleh gelombang peristaltik pada antrum lambung, dan dihambat oleh resistensi pilorus terhadap jalan makanan. Dalam keadaan normal pilorus hampir tetap, tetapi tidak menutup dengan sempurna, karena adanya kontraksi tonik ringan. Tekanan sekitar 5 cm, air dalam keadaan normal terdapat pada lumen pilorus akibat pyloric sphincter. Ini merupakan penutup yang sangat lemah, tetapi, walaupun demikian biasanya cukup besar untuk mencegah aliran chyme ke duodenum kecuali bila terdapat gelombang peristaltik antrum yang mendorongnya. Oleh karena itu, untuk tujuan praktisnya kecepatan pengosongan lambung pada dasarnya ditentukan oleh derajat aktivitas gelombang peristaltik antrum.
Gelombang peristaltik pada antrum, bila aktif, secara khas terjadi hampir pasti tiga kali per menit, menjadi sangat kuat dekat insisura angularis, dan berjalan ke antrum, kemudian ke pilorus dan akhirnya ke duodenum. Ketika gelombang berjalan ke depan, pyloric sphincter dan bagian proksimal duodenum dihambat, yang merupakan relaksasi reseptif. Pada setiap gelombang peristaltik, beberapa millimeter chyme didorong masuk ke duodenum. Daya pompa bagian antrum lambung ini kadang-kadang dinamakan pompa pilorus.
Derajat aktivitas pompa pilorus diatur oleh sinyal dari lambung sendiri dan juga oleh sinyal dari duodenum. Sinyal dari lambung adalah :
1) Derajat peregangan lambung oleh makanan, dan
2) Adanya hormon gastrin yang dikeluarkan dari antrum lambung akibat respon regangan.
Kedua sinyal tersebut mempunyai efek positif meningkatkan daya pompa pilorus dan karena itu mempermudah pengosongan lambung.
Sebaliknya, sinyal dari duodenum menekan aktivitas pompa pilorus. Pada umumnya, bila volume chyme berlebihan atau chyme tertentu berlebihan telah masuk duodenum. Sinyal umpan balik negatif yang kuat, baik syaraf maupun hormonal dihantarkan ke lambung untuk menekan pompa pilorus. Jadi, mekanisme ini memungkinkan chyme masuk ke duodenum hanya secepat ia dapat diproses oleh usus halus.
 Volume Makanan
Sangat mudah dilihat bagaimana volume makanan dalam lambung yang bertambah dapat meningkatkan pengosongan dari lambung. Akan tetapi, hal ini tidak terjadi karena alasan yang diharapkan. Tekanan yang meningkat dalam lambung bukan penyebab peningkatan pengosongan karena pada batas-batas volume normal, peningkatan volume tidak menambah peningkatan tekanan dengan bermakna,. Sebagai gantinya, peregangan dinding lambung menimbulkan refleks mienterik lokal dan refleks vagus pada dinding lambung yang meningkatkan aktivitas pompa pilorus. Pada umumnya, kecepatan pengosongan makanan dari lambung kira-kira sebanding dengan akar kuadrat volume makanan yang tertinggal dalam lambung pada waktu tertentu.
 Hormon Gastrin
Peregangan serta adanya jenis makanan tertentu dalam lambung menimbulkan dikeluarkannya hormon gastrin dari bagian mukosa antrum. Hormon ini mempunyai efek yang kuat menyebabkan sekresi getah lambung yang sangat asam oleh bagian fundus lambung. Akan tetapi, gastrin juga mempunyai efek perangsangan yang kuat pada fungsi motorik lambung. Yang paling penting, gastrin meningkatkan aktivitas pompa pilorus sedangkan pada saat yang sama melepaskan pilorus itu sendiri. Jadi, gastrin kuat pengaruhnya dalam mempermudah pengosongan lambung. Gastrin mempunyai efek konstriktor pada ujung bawah esofagus untuk mencegah refluks isi lambung ke dalam esofagus selama peningkatan aktivitas lambung.
 Refleks Enterogastrik
Sinyal syaraf yang dihantarkan dari duodenum kembali ke lambung setiap saat, khususnya bila lambung mengosongkan makanan ke duodenum. Sinyal ini mungkin memegang peranan paling penting dalam menentukan derajat aktivitas pompa pilorus, oleh karena itu, juga menentukan kecepatan pengosongan lambung. Refleks syaraf terutama dihantarkan melalui serabut syaraf aferen dalam nervus vagus ke batang otak dan kemudian kembali melalui serabut syaraf eferen ke lambung, juga melalui nervus vagus. Akan tetapi, sebagian sinyal mungkin dihantarkan langsung melalui pleksus mienterikus.
Jenis-jenis faktor yang secara terus menerus ditemukan dalam duodenum dan kemudian dapat menimbulkan refleks enterogastrik adalah :
• derajat peregangan lambung,
• adanya iritasi pada mukosa duodenum,
• derajat keasaman chyme duodenum,
• derajat osmolaritas duodenum, dan
• adanya hasil-hasil pemecahan tertentu dalam chyme, khususnya hasil pemecahan protein dan lemak.
Refleks enterogastrik khususnya peka terhadap adanya zat pengiritasi dan asam dalam chyme duodenum. Misalnya, setiap saat dimana pH chyme dalam duodenum turun di bawah kira-kira 3.5 sampai 4, refleks enterogastrik segera dibentuk, yang menghambat pompa pilorus dan mengurangi atau menghambat pengeluaran lebih lanjut isi lambung yang asam ke dalam duodenum sampai chyme duodenum dapat dinetralkan oleh sekret pankreas dan sekret lainnya.
Hasil pemecahan pencernaan protein juga akan menimbulkan refleks ini, dengan memperlambat kecepatan pengosongan lambung, cukup waktu untuk pencernaan protein pada usus halus bagian atas.
Cairan hipotonik atau hipertonik (khususnya hipertonik) juga akan menimbulkan refleks enterogastrik. Efek ini mencegah pengaliran cairan nonisotonik terlalu cepat ke dalam usus halus, karena dapat mencegah perubahan keseimbangan elektrolit yang cepat dari cairan tubuh selama absorpsi isi usus.
 Umpan Balik Hormonal dari Duodenum – Peranan Lemak
Bila makanan berlemak, khususnya asam-asam lemak, terdapat dalam chyme yang masuk ke dalam duodenum akan menekan aktivitas pompa pilorus dan pada akhirnya akan menghambat pengosongan lambung. Hal ini memegang peranan penting memungkinkan pencernaan lemak yang lambat sebelum akhirnya masuk ke dalam usus yang lebih distal.
Walaupun demikian, mekanisme yang tepat dimana lemak menyebabkan efek mengurangi pengosongan lambung tidak diketahui secara keseluruhan. Sebagian besar efek tetap terjadi meskipun refleks enterogastrik telah dihambat. Diduga efek ini akibat dari beberapa mekanisme umpan balik hormonal yang ditimbulkan oleh adanya lemak dalam duodenum. Oleh karena itu, saat ini, sukar menilai efek lemak duodenum dalam menghambat pengosongan lambung, walaupun efek ini penting untuk proses pencernaan lemak dan absorpsi lemak.  Kontraksi Pyloric Sphincter
Biasanya, derajat kontraksi pyloric sphincter tidak sangat besar, dan kontraksi yang terjadi biasanya dihambat waktu gelombang peristaltik pompa pilorus mencapai pilorus. Akan tetapi, banyak faktor duodenum yang sama, yang menghambat kontraksi lambung, dapat secara serentak meningkatkan derajat kontraksi dari pyloric sphincter. Faktor ini menghambat atau mengurangi pengosongan lambung, dan oleh karena itu menambah proses pengaturan pengosongan lambung. Misalnya, adanya asam yang berlebihan atau iritasi yang berlebihan dalam bulbus duodeni menimbulkan kontraksi pilorus derajat sedang.
 Keenceran Chyme
Semakin encer chyme pada lambung maka semakin mudah unruk dikosongkan. Oleh karena itu, cairan murni yang dimakan, dalam lambung dengan cepat masuk ke dalam duodenum, sedangkan makanan yang lebih padat harus menunggu dicampur dengan sekret lambung serta zat padat mulai diencerkan oleh proses pencernaan lambung.
Selain itu pengosongan lambung juga dipengaruhi oleh :
 Pemotongan nervus vagus dapat memperlambat pengosongan lambung.
 Vagotomi menyebabkan atoni dan peregangan lambung yang relatif hebat.
 Keadaan emosi, kegembiraan dapat mempercepat pengosongan lambung dan sebaliknya ketakutan dapat memperlambat pengosongan lambung.


SEKRESI ASAM LAMBUNG

Sekresi dari getah lambung diatur oleh mekanisme syaraf dan hormonal. Impuls parasimpatis yang terdapat pada medulla dihantarkan melalui syaraf vagus dan merangsang gastric glands untuk mensekresikan pepsinogen, asam klorida, mukus, dan hormon gastrin.
Ada tiga faktor yang merangsang sekresi lambung, yaitu : fase sefalik, fase gastrik, dan fase intestinal.
Fase (refleks) sefalik
Fase ini muncul sebelum makanan masuk ke lambung dan mempersiapkan lambung untuk mencerna. Penglihatan, bau, rasa dan pikiran tentang makanan merangsang refleks ini. Impuls syaraf dari cerebral korteks atau feeding centre di hipotalamus mengirimkan impuls ke medulla oblongata di otak kemudian medulla oblongata menyampaikan impuls melalui serabut parasimpatis pada syaraf vagus untuk merangsang sekresi dari kelenjar.
Fase Gastrik
Terjadi ketika makanan memasuki lambung. Semua jenis makanan menyebabkan penggelembungan (distension) dan merangsang reseptor yang terdapat pada dinding lambung. Reseptor mengirim impuls ke medulla  kelenjar lambung  merangsang sekresi dari getah lambung.
Protein dan kafein yang tercerna sebagian merangsang mukosa pilorus untuk mensekresikan hormon gastrin, selanjutnya hormon gastrin merangsang kelenjar lambung untuk mensekresikan getah lambung
Kelenjar lambung yang merangsang sekresi sejumlah besar getah lambung, juga menimbulkan kontraksi lower esophageal spinchter dan ileocecal spinchter. Sekresi gastrin terhalang saat pH cairan lambung (HCl) mencapai 2.0. Mekanisme negative feedback ini membantu menyediakan pH optimal untuk memfungsikan enzim-enzim di perut.
Fase Intestinalis
Fase ini terjadi saat makanan meninggalkan lambung dan memasuki usus halus. Saat protein yang telah tercerna sebagian memasuki duodenum, protein ini merangsang lapisan mukosa pada dinding duodenum untuk melepaskan enteric gastrin, hormon yang merangsang kelenjar gastrik untuk melanjutkan sekresi.


FAKTOR PENGHAMBAT SEKRESI LAMBUNG

• Kehadiran chyme selama fase intestinal
Kehadiran chyme dapat menginisiasi refleks enterogastrik yang menimbulkan rangsangan untuk menghambat rangsangan syaraf parasimpatis dan merangsang aktivitas syaraf simpatis, yang pada akhirnya akan menghambat sekresi lambung.
• Beberapa Hormonal Intestinal
Hormon sekretin, koleosistokinin (CCK), dan Gastric Inhibiting Peptide (GIP). Ketiga hormon ini menghambat sekresi lambung dan mengurangi motilitas dari saluran pencernaan. GIP juga merangsang pelepasan insulin. Sekretin dan kolesistokinin juga penting dalam pengendalian sekresi usus halus dan pankreas, kolesistokinin juga membantu meregulasi sekresi empedu dari kantung empedu.

Pembesaran kelenjar Prostat

Apakah kelenjar prostat?
Apakah yang dimaksud dengan pembesaran prostat jinak?
Apa saja gejala pembesaran prostat?
Apakah penyebab pembesaran prostat?
Apa saja yang dilakukan dokter untuk mendeteksi pembesaran prostat?
Apakah pembesaran prostat harus diterapi?
Apa saja pilihan terapi pada pembesaran prostat?


Apakah kelenjar Prosat?

Kelenjar prostat adalah sebuah organ pada pria, berukuran sebesar buah kenari yang terletak dibwah kantung kemih (organ untuk menyimpan air seni). Fungsi kelenjar ini adalah untuk menghasilkan nutrisi yang dibutuhkan oleh sel sperma dan sebagai bagian dari cairan semen (cairan yang dihasilkan sewaktu ejakulasi). Prostat juga mengelilingi uretra (saluran yang berfungsi mengeluarkan air seni dari kantung kemih pada waktu berkemih).

Apakah yang dimaksud dengan pembesaran prostat jinak?

Pembesaran prostat jinak adalah pembesaran dari organ prostat yang bukan merupakan pembesaran akibat tumor ganas. Hal ini sering terjadi pada kaum pria usia dewasa tua. Dalam bahasa inggris disebut dengan BPH (Benign Prostate Hyperplasia).


http://www.prostate.org.au/images/PCFA_img03.jpg

Apa saja gejala pembesaran prostat?
Prostat yang membesar akan menekan saluran kemih yang dikelilinginya, sehingga menyebabkan gejala seperti harus mengedan kuat ketika berkemih, harus menunggu lama untuk memulai berkemih. proses ini akan menyebabkan lebih banyak air seni yang tersisa dalam kantung kemih, sehingga kantung kemih akan cepat kembali penuh sehingga menyebabkan gejala ingin berkemih yang sering pada siang dan terutama malam hari. Sumbatan saluran kemih oleh prostat ini jika sangat berat dapat mengakibatkan gejala sama sekali tidak bisa berkemih dan jika berlangsung lama dapat menyebabkan kondisi yang lebih serius, seperti infeksi saluran kemih, bahkan kerusakan ginjal.

Apakah penyebab pembesaran prostat?

Pembesaran prostat secara normal terjadi pada semua pria dewasa yang dipengaruhi oleh hormon. Hal ini sangat umum terjadi pada pria, dan hampir setengah dari semua pria dewasa, terutama di atas 50 tahun menimbulkan gejala.

Apa saja yang dilakukan dokter untuk mendeteksi pembesaran prostat?

Dokter akan menanyakan beberapa pertanyaan menyangkut masalah berkemih. Pemeriksaan yang rutin dilakukan biasanya adalah dengan colok dubur (memeriksa prostat dengan jari yang dibungkus sarung tangan lewat dubur). Beberapa pemeriksaan darah dan urin juga dilakukan untuk menilai fungsi ginjal dan mendeteksi adanya infeksi saluran kemih.

Apakah pembesaran prostat harus diterapi?

Jawabannya tidak. Hanya pada pria dengan gejala yang sangat mengganggu, atau yang mengalami infeksi saluran kemih yang lama atau yang sudah mengganggu fungsi ginjal yang perlu tindakan lebih lanjut.

Apa saja pilihan terapi pada pembesaran prostat?

Pemeriksaan rutin
Pria yang mempunyai gejala tetapi tidak mengganggu tidak diberikan terapi. Hanya pemeriksaan rutin yang dianjurkan satu tahun sekali.

Obat-obatan (Medika Mentosa)
Diberikan pada pria yang mempunyai gejala yang dirasakan mengganggu
Obat-obatan yang diberikan berupa golongan:
1. Alfa blocker, berfungsi untuk merelaksasi otot polos pada prostat dan leher kantung kemih, yang berguna mengurangi gejala sumbatan akibat pembesaran prostat. Jenis obat yang tersedia seperti Tamsulosin (Harnal), Terazosin (Hytrin)dan Doxazosin (Cardura). Obat ini akan mengurangi gejala seperti sulit berkemih dalam beberapa minggu dan mempunyai efek samping seperi sakit kepala, badan menjadi lemah dan kepala menjadi ringan.
2. 5 alfa reduktase inhibitor, berfungsi untuk mencegah hormon testosteron menjadi aktif. Bentuk aktif hormon ini mepunyai peranan penting dalam proses pembesaran prostat. Obat ini akan mengurangi besar prostat dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun, sehingga efek terapi yang dihasilkannya lama. Golongan obat ini adalah Finasteride (Proscar) dan Dutasteride (Avodart). Efek samping dari golongan obat ini adalah disfungsi ereksi.

Pembedahan
Dianjurkan pada pria yang dengan mengkonsumsi obat-obatan tidak memperbaiki gejala berkemih, atau yang tidak bisa berkemih sama sekali, atau pada pria dengan gangguan ginjal akibat pembesaran prostat.

Jenis pembedahan:
1. TURP (Transurethral Resection of Prostate)
Adalah pilihan terapi terbaik saat ini pada penderita pembesaran prostat, karena tidak perlu dilakukan sayatan (minimal invasif), tetapi dengan menggunakan suatu alat khusus seperti teropong yang dimasukkan melalui penis untuk memotong prostat setelah sebelumnya pasien dibius.
2. Pembedahan terbuka
Adalah pilihan disarankan jika ukuran prostat sangat besar.
operasi pembedahan sangat efektif mengurangi gejala berkemih tetapi juga kadang-kadang mempunyai efek samping seperti sulit menahan kemih setelah dilakukan operasi (inkontinensia), ataupun disfungsi ereksi.

ANATOMI DAN FISIOLOGI PROSTAT


A. ANATOMI DAN FISIOLOGI PROSTAT

Prostat berbentuk seperti piramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars prostatica. Panjang prostat sekitar 3 cm dan terletak antara collum vesika urinaria (atas) dan diaphragma urogenitalis (bawah). Prostat dikelilingi oleh kapsula fibrosa. Di luar kapsul terdapat selubung fibrosa, yang merupakan bagian dari lapisan visceral fascia pelvis. Prostat mempunyai basis, apex, permukaan anterior dan posterior, dan dua permukaan lateral. Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi dalam beberapa daerah atau zona, yaitu : perifer, sentral, transisional, preprostatik sfingter dan anterior (Mc Neal 1970).


1. Batas-batas prostat
Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.
Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.
Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis, dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi vascia pelvis.
Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju corpus perinealis.
Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis.
Ductus ejaculatorius menembus bagisan atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus.
Prostat secara tak sempurna dibagi dalam lima lobus. Lobus anterior, atau isthmus, terletak di depan uretra dan tidak mempunyai jaringan kelenjar. Lobus medius, adalah kelenjar yang berbentuk baji yang terletak antara uretra dan ductus ejaculatorius. Permukaan atasnya dibatasi oleh trigonum vesicae. Bagian ini kaya akan kelenjar. Lobus posterior terletak di belakang uretra dan di baeah ductus ejaculatorius dan juga mengandung jaringankelenjar. Lobus lateral kanan dan kiri terletak di samping uretra dan dipisahkan satu sama lain oleh alur vertikal dangkal yang terdapat pada permukaan posterior prostat. Lobus lateral mengandung banyak kelenjar.
Fungsi prostat adalah menghasilkan cairan tipis seperti air susu yang mengandung asam sitrat dan fosfatase asam. Kedua zat ini ditambahkan ke caioran semen pada saat ejakulasi. Otot polos pada stroma dan kapsula berkontraksi dan sekret yang berasawl bersama kelenjar diperas masuk ke uretra pars prostatid. Sekret prostat bersifat alkali yang membantu menetralkan keasamavagina.

Seperti diketahui fungsi utama dari unit vesikouretra adalah menampung urin untuk sementara, mencegah urin kembali ke arah ginjal dan pada saat-saat tertentu melakukan ekspulsi urin. Unit vesikouretra terdiri dari buli-buli dan uretra posterior. Uretra posterior terdiri dari uretra pars prostatika, yang bagian proksimalnya disebut sebagai leher buli-buli dan uretra pars diafragma yang tidak lain adalah spinkter eksterna uretra. Unit vesikouretra ini dipelihara oleh sistem saraf otonom yaitu parasimpatis dan simpatis untuk buli-buli dan uretra proksimal dari diafragma serta saraf somatis melalui nervus pudendus untuk spinkter eksterna. Sistem persyarafan tersebut memungkinkan terjadinya proses miksi secara bertahap (fase) yaitu :
1. Fase Pengisian (Resting /Filling Phase)
Fase ini terjadi setelah selesai miksi dan buli-buli mulai diisi lagi dengan urin dari ginjal yang masuk melalui ureter. Pada fase ini tekanan di dalam buli-buli selalu rendah, kurang dari 20 cm H2O. Sedangkan tekanan di uretra posterior selalu lebih tinggi antara 60-100 cm H2O.

2. Fase Ekspulsi
Setelah buli-buli terisi urin sebanyak 200-300 ml dan mengembang , mulailah reseptor “strechtí” yang ada pada mukosa buli-buli terangsang dan impuls dikirimkan ke sistem saraf otonom parasimpatis di medula spinalis segmen 2 sampai 4 dan sistem syaraf ini menjadi aktif dengan akibat meningkatnya tonus buli-buli (muskulus detrusor). Meningkatnya tonus detrusor ini dirasakan sebagai perasaan ingin kencing. Pada saat tonus detrusor meningkat maka secara sinkron leher buli-buli dan uretra pars prostatika membuka, bentuknya berubah seperti corong dan tekanannya menurun. Pada keadaan ini inkontinensia hanya dipertahankan oleh spinkter eksterna yang masih tetap menutup. Bila yang bersangkutan telah mendapatkan tempat yang dianggap konvivien untuk miksi barulah spinkter eksterna secara sadar dan terjadi miksi. Pada saat tonus detrusor meningkat sampai terjadinya miksi tekanan intravesikal mencapai 60-120 m

2. Perdarahan, penyaliran limfe, dan persyarafan
Arteri yang memperdarahi prostat berasal dari cabang a. vesicalis inferior dan a. rectalis media. Vena membentuk pleksus venosus prostatiticus yang terletak antara kapsula prostat dan selubung fibrosa. Plexus prostaticus menerima v. dorsalis profundus penis dan banyak v. vesicalis , dan mengalirkan darah ke v. iliaca interna. Pembuluh limfe dari prostat mengalirakn cairan limfe ke nodi limfatici iliaca interna. Persarafan prostat berasal dari plexus hipogastricus inferior.
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan kurang lebih 25% dari volume ejakulat. Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.

B. ETIOLOGI BPH
Penyebab dari BPH sampai sekarang belum dapat dipahami dengan jelas. Tidak ada informasi yang jelas tentang faktor resiko terjadinaya BPH. Beberapa penelitian menunjukan bahwa BPH banyak terjadi pada orang tua dan tidak berkembang pada pria yang testisnya diambil sebelum usia pubertas. Karena alasan ini, beberapa peneliti percaya bahwa faktor yang berhubungan dengan usia dan testis pria sangat berpengaruh dengan perkembangan BPH. Pria memproduksi hormon terpenting pada sistem reproduksi yaitu testosteron dan sebagian kecil adalah hormon estrogen. Pada saat pria mulai berumur maka jumlah testosteron yang aktif di dalam darah menurun dan kadar estrogen lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan pada binatang menunjukkan bahwa BPH disebabkan oleh tingginya kadar estrogen dalam darah disertai dengan peningkatan aktivitas dari substansi yang mempercepat pertumbuhan sel.
Walaupun prostat terus membesar selama lebih dari separuh hidup manusia, pembesarannya tidak selalu menimbulkan masalah sampai pada usia terakhir manusia. Dengan bertambahnya usia akan terjadi keseimbangan testosteron estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopiuk ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologik anatomik. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan tanda dan gejala klinik.
Penelitian lain mengatakan BPH lebih banyak disebabkan karena dehidrotestoteron (DHT), yaitu substansi yang merupakan derivat dari testoteron dalam prostat yang membantu mengatur pertumbuhan kelenjar prostat. Beberapa binatang kehilangan kemampuannya untuk memproduksi DHT ketika tua. Walau demikian, beberapa penelitian menyatakan bahwa walaupun kadar testoteron dalam darah menurun tetapi DHT terkumpul dalam jumlah besar di dalam prostat. Akumulasi DHT ini mengakibatkan pertumbuhan sel. Jadi para peneliti tersebut menitikberatkan bahwa pria yang tidak memproduksi DHT tidak terjadi pembesaran kelenjar prostat..
Beberapa teori telah dikemukakan berdasarkan faktor histologi, hormon, dan faktor perubahan usia, di antaranya:

1.Teori DHT (dihidrotestosteron): testosteron dengan bantuan enzim 5-a reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat.
2.Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan epitel. Menurut Mc Neal, seperti pada embrio, lesi primer BPH adalah penonjolan kelenjar yang kemudian bercabang menghasilkan kelenjar-kelenjar baru di sekitar prostat. Ia menyimpulkan bahwa hal ini merupakan reawakening dari induksi stroma yang terjadi pada usia dewasa.
3.Teori stem cell hypotesis. Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying. Keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.
4.Teori growth factors. Teori ini berdasarkan adanya hubungan interaksi antara unsur stroma dan unsur epitel prostat yang berakibat BPH. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi transforming growth factor- b (TGF - b, akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat.

Namun demikian, diyakini ada 2 faktor penting untuk terjadinya BPH, yaitu adanya dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Pada pasien dengan kelainan kongenital berupa defisiensi 5-a reduktase, yaitu enzim yang mengkonversi testosteron ke DHT, kadar serum DHT-nya rendah, sehingga prostat tidak membesar. Sedangkan pada proses penuaan, kadar testosteron serum menurun disertai meningkatnya konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan periperal. Pada anjing, estrogen menginduksi reseptor androgen. Peran androgen dan estrogen dalam BPH adalah kompleks dan belum jelas benar. Tindakan kastrasi sebelum masa pubertas dapat mencegah BPH. Pasien dengan kelainan genetik pada fungsi androgen juga mempunyai gangguan pertumbuhan prostat. Dalam hal ini, barangkali androgen diperlukan untuk memulai proses PPJ, tetapi tidak dalam hal proses pemeliharaan. Estrogen berperan dalam proses hiperplasia stroma yang selanjutnya merangsang hiperlpasia epitel.

C. PATOGENESIS
Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan maka efek perubahannya juga terjadin secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan daerah prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat detrusor. Tonjolan serat yang kecil dinamakan sakula, sedangkan yang besar dinamakan divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksin sehingga terjadi retensi urin.

Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin dalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut maka pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi maka vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika terus meningkat dan dapat terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita terus mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terbentuk sisa urin terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu juga dapat menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.

D. GEJALA DAN TANDA KLINIS
1. Gejala Klinis
Kumpulan gejala yang ditimbulkan oleh BPH disebut sebagai sindroma prostatisme. Walaupun begitu sindroma ini tidak patogomonik untuk BPH. Obstruksi intra vesikal yang lain dapat pula memberikan gejala klinis seperti sindroma prostatisme ini. Oleh karena itu istilah ini belakangan sering diganti dengan Lower Urinary Tract Symptom (LUTS). Sindroma prostatisme ini dibagi menjadi dua, yaitu gejala obstruktif dan gejala iritatif.

Gejala obstruksi, terdiri dari pancaran melemah, akhir buang air kecil belum terasa kosong (Incomplete emptying), menunggu lama pada permulaan buang air kecil (hesitancy), harus mengedan saat buang air kecil (straining), buang air kecil terputus-putus (intermittency), dan waktu buang air kecil memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan terjadi inkontinen karena overflow. Kedua, gejala iritatif terdiri dari sering buang air kecil (frequency), tergesa-gesa untuk buang air kecil (urgency), buang air kecil malam hari lebih dari satu kali (nocturia), dan sulit menahan buang air kecil (urge incontinence). Dari kedua macam gejala tersebut, gejala obstruktif biasanya lebih menonjol. Bila terjadi gejala iritasi lebihmenonjol harus dipikirkan penyebab lain selain BPH.

Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor American Urological Association (AUA). Sistem skoring yang lain adalah skor Madsen-Iversen dan skor Boyarski1,2,5. Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat1. Skor Madsen-Iversen terdiri dari 6 pertanyaan yang berupa pertanyaan-pertanyaan untuk menilai derajat obstruksi dan 3 pertanyaan untuk gejala iritatif. Total skor dapat berkisar antara 0-29. Skor <> 20 berat. Perbedaannya dengan skor AUA adalah dalam skor Madsen Iversen penderita tidak menilai sendiri derajat keluhannya.

2. Tanda Klinis
Tanda klinis terpenting dalam BPH adalah ditemukannya pembesaran pada pemeriksaan colok dubur/digital rectal examination (DRE). Ukuran dan konsistensi prostat perlu diketahui, walaupun ukuran prostat yang ditentukan melalui DRE tidak berhubungan dengan derajat obstruksi. Pada BPH, prostat teraba membesar dengan konsistensi kenyal. Apabila teraba indurasi atau terdapat bagian yang teraba keras, perlu dipikirkan kemungkinan keganasan.


F. PEMERIKSAAN FISIK
BPH biasanya mengenai pria usia lanjut oleh karena itu pada pemeriksaan fisik kita menghadapi pria dengan tanda-tanda usia lanjut seperti rambut telah beruban, pada kulit muka terdapat keriput dsb. Tanda-tanda vital seperti tensi, nadi, respirasi biasanya cukup baik kecuali bila BPH nya telah disertai berbagai penyulit. Karena usia penderita yang cukup lanjut, pemeriksaan keadaan umum penderita harus dikerjakan dengan teliti, tidak jarang terdapat penyakit-penyakit lain seperti hipertensi, obstruksi jalan nafas kronis, penyakit parkinson, diabetes melitus, bekas stroke dan lain-lain. Pemeriksaan abdomen juga harus diteliti. Daerah pinggang kanan dan kiri harus diperiksa dengan teknik palpasi bimanual. Bila ginjal teraba, patut dicurigai adanya hidronefrosis karena stasis urin. Bila penderita merasakan nyeri pada saat ditekan agak kuat, mungkin terdapat pyelonefritis.
Pada inspeksi daerah suprasimfisis, bila penderita dalam keadaan retensio urine, akan kelihatan menonjol. Penonjolan ini bila dipalpasi akan terasa adanya balottement dan penderita akan tersa ingin kencing. Kemudian dengan cara perkusi dapat diperkirakan ada tidaknya residual urine Penting juga memeriksa penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan penyebab yang lain dari keluhannya misalnya adanya stenosis meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma ataupun fimosis. Scrotum bisa juga diperiksa untuk menentukan ada tidaknya hernia, orchitis maupun epidiymitis
Pemeriksaan Colok Dubur (Rectal Toucher = RT)

Sebelum dilakukan RT, penderita harus diminta miksi lebih dulu dan bila penderita dalam keadaan retentio urin, RT dikerjakan setelah buli-buli dikosongkan dengan kateter. Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, keadaan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat.
Tujuan dari RT adalah :

1. Menentukan konsistensi dari prostat
Konsistensi prostat benigna seperti kalau kita menekan ujung hidung kita dan permukaan seluruh kelenjar biasanya rata (halus). Bila konsistensi prostat berdungkul atau terdapat bagian yang lebih keras, seperti kalau menekan daerah tulang hidung atau sendi jari maka harus dipikirkan adanya karsinoma, prostatitis kalkulosa, tbc prostat atau prostatitis granulomatosa.
2. Menentukan besarnya prostat
Secara RT besarnya prostat normal tersebut ditandai dengan batas batas yang jelas, yaitu sulcus lateralis mudah diraba, batas atas juga mudah diraba. Dan ditengahnya terdapat sulkus mediana yang juga mudah diraba.
Menentukan besarnya prostat secara RT keakuratannya rendah karena memang banyak kendalanya, yaitu:
Memerlukan banyak pengalaman
Faktor subyektifitasnya besar, antara satu pemeriksa dengan pemeriksa lain sangat bervariasi.
Sering prostat membesar intra vesika.
Secara RT besarnya prostat dibedakan :
- grade (derajat ) I : perkiraan beratnya sampai dengan 20 gram.
- grade (derajat) II : perkiraan beratnya antara 20-40 gram.
- grade (derajat) III : perkiraan beratnya lebih dari 40 gram


3. Menentukan sistem persyarafan unit vesiko urtetra.
Tonus sphinter yang normal, tidak longgar waktu jari telunjuk dimasukkan dan refleks bulbo kaverosa (BCR) yang positif menandakan bahwa persyarafan unit vesiko uretra tidak intake. Bila dengan mendadak glans penis ditekan dengan tangan kiri dan pada jari telunjuk yang di rektum terasa kontarksi dari sphinter ani maka dikatakan bahwa BCR positif.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaa darah lengkap, faal ginjal, elektrolit serum, perlu dikerjakan sebagai dasar keadaan umum penderita. Pemeriksaan kadar gula juga perlu dikerjakan terutama untuk megetahui kemungkinan adanya neuropati diabetes yang dapat menyebabkan keluhan miksi. Pemeriksaan urinalisa juga harus dikerjakan, termasuk pemeriksaan bakteriologiknya. Adanya hematuria berarti perlu evaluasi lenjut secara lengkap. Pemeriksaan petanda tumor (Prostate Spesific Antigen = PSA) sudah banyak digunakan, juga merupakan salah satu sarana untukmenyingkirkan dugaan keganasan.
Harap diingat bahwa masa prostat yang besar dapat menaikkan kadar PSA dalam darah dalam batas-batas tertentu. Hasil PSA yang normal merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi sebelum memulai terapi medikamentosa BPH. Sebagai pegangan penilaian PSA diintrepetasikan sebagai berikut :
Nilai PSA
Interpretasi
0,5-4,0 ng/ml
Normal
4,0-10 ng/ml
Kemingkinan Ca 20 % (perlu TRUS & biopsi)
> 10 ng/ml
Kemingkinan Ca 50 % (Perlu TRUS & biopsi)
Kenaikan > 20%/th
Segera rujuk untuk TRUS & biopsi

2. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin ini dapat diperiksa dengan Uroflowmeter. Jumlah urine yang cukup untuk mendapatkan flowmetrogram yang representatif palaling sedkit 150 ml dan maksimal 400 ml, yang ideal antara 200-300 ml.
Penilaian hasil :
Flow rate maksimal : 15 ml/detik : non obstuktif
10-15 ml/detik : border line
10 ml/detik : obstruktif
Walaupun ada beberapa prosedur untuk mendiagnosis BPH, Uroflowmetri merupakan cara terbaik dan paling tidak invasif dalam mendeteksi adanya obstruksi traktus urinarius bagian bawah.

3. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
Perkembangan teknik pemeriksaan ultrasonogarfi (USG) membawa manfaat yang besar bagi evaluasi penderita BPH. Selain itu dengan USG ini dapat pula diperiksa buli-buli, misalnya ada batu buli-buli, tumor buli-buli, divertikel. Juga dapat diperiksa jumla residual urine. Terdapat beberapa macam tranducer untuk pemeriksaan prostat yaitu suprapubic (abdominal), transrektal dan transuretral.
Pemeriksaan Rontgenologik yaitu pyelografi intravena (IVP) sekarang tidak lagi merupakan pemeriksaan rutin untuk evaluasi penderita BPH tetapi hanya dikerjakan secara selektif.

4. Pemeriksaan Panendoskopi :
Dengan pemeriksaan panendoskopi dapat ditentukan secara review :
Keadaan uretra anterior, misalnya adanya striktur uretra
Keadaan uretra prostatika, bagian prostat mana yang membesar, panjangnya uretra yang obstruktif karena pembesaran prostat
Keadaan didalam buli-buli yaitu ada tidaknya tumor, batu, hipertropi dari detrusor, ada tidaknya selulae atau divertikel dan keadaan muara ureter dan mengetahui kapasitas buli-buli.

H. DIAGNOSA BANDING
Sindroma prostatisme tidak hanya disebabkan oleh BPH, tetapi dapat pula disebabkan beberapa penyakit lain. Beberapa penyakit lain serta pedoman membedakannya seperti dibawah ini :
1. striktur uretra
2. Stenosis leher buli-buli
3. Batu buli-buli atau batu yang menyumbat uretra posterior
4 .Karsinoma prostat
5. prostatitis/prostatodinia
6. Buli-buli neuropati.
7. Pengaruh obat-obatan (Simpatolitik, Psikotropik, Alfa Adrenergik)

I. TERAPI
Tidak semua penderita BPH memerlukan terapi, untuk menentukan apakah penderita BPH perlu mendapatkan terapi serta modalitas terapi mana yang akan dipilih tergantung dari berat ringannya keluhan serta tanda-tanda klinis dari penderita. Keluhan ringan, sedang atau bert dinilaindengan menggunakan sistem skoring. Bebereapa modalitas terapi untuk BPH antara lain :

1. Watchful Waiting (Observasi)
Watchful atau observasi adalah hanya mengawasi saja secara berkala dan tidak memberikan pengobatan. Pengawasan berkala maksudnya adalah memeriksa ulang setiap 3-6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan penderita. Pada pemeriksaan ulang ini dinilai skor dari simtomnya, fisik, laboratorium dan flow urinnya. Indikasi dari sikap ”watchful“ adalah BPH yang diketemukan secara kebetulan, penderita dengan keluhan yang ringan (berdasarkan nilai skoring) serta tidak dijumpai penyulit.

2. Medikamentosa
Indikasi dari terapi medikamentosa adalah BPH dengan keluhan ringan, sedang, berat tanpa disertai penyulit dan BPH dengan indikasi terapi pembedahan tetapi masih terdapat indikasi kontra atau belum “well motivied”. Macam obat yang digunakan adalah :
a. Supresi Androgen
Asumsi yang mendasari terapi dengan supresi androgen pada BPH adalah kontrasi atau supresi androgen menurunkan volume dan gejala prostat pada penderita BPH, dan pria dengan kelainan bawaan berupa defisiensi enzim 5 α reduktase, ternyata kelenjar prostat tidak berkembang. Supresi androgen dapat terjadi dengan memberikan :
1) Penghambat enzim 5 α reduktase
2) Anti androgen
3) Analog Luteinizing hormone relasting hormone (LHRH).
Anti androgen dan analog LHRH tidak dipakai untuk pengobatan BPH karena efek sampingnya sangat merugikan. Efek samping tersebut ialah hilangnya libido, impotensi, hilangnya habitus pria, ginekomastia dan rasa panas di wajah. Keuntungan dari inhibitor 5 α reduktase adalah tidak menurunkan kadar testoteron di dalam darah, sehingga efek samping seperti disebutkan diatas jarang terjadi. Prinsip kerja dari obat ini menghambat metabolisme testoteron menjadi dehidrotestoteron (DHT) yang mrupakan zat aktif perangsang terjadinya hiperplasi prostat. Obat 5 α reduktase yng tersedia di pasar adalah golongan Finasterida dengan nama dagang di Indonesia PROSCAR. Obat ini diberikan per oral, sekali sehari/ tablet. Secara berkala penderita diperiksa lagi dan dievaluasi parameter pra terapi. Bila menunjukkan perbaikan terapi diteruskan dan bila tidak, dipertimbangkan terapi pembedahan.

b. Golongan Alpha Blocker
Tegangan otot polos prostat dikontrol dominan oleh reseptor alpha-1. Kontraksi otot polos prostat, yang merupakan bagian dari sindroma obstruktif BPH, dapat dihambat oleh obat-obat alpha blocker, misalnya : phenoxybenzamin, alfuzosin, doxazin, indoramin dan terazosin. Tetapi harus dimulai dengan dosis rendah dan dengan hati-hati dinaikkan, tergantung respons individual. Penelitian kontrol plasebo, menunjukkan bahwa alpha blocker dapat memperbaiki flow urin dan gejala-gajala BPH. Obat ini harus diberikan dengan cara titrasi (dosis dinaikkan bertahap), biasanya perbaikan tampak 2-3 minggu setelah pemberian dan bila tidak ada efek setelah 3-4 bulan pemberian secara titrasi, maka alternatif terapi lain harus dipertimbangkan.
Pada tiga studi menggunakan alpha blocker menghasilkan hasil yang sama. Skor keluhan menurun dengan mean 16,85-17,9% dibanding 14,5% pada plasebo. Flow urin membaik kurang lebih 3 ml/ detik.
Efektifitas jangka panjang belum diketahui. Efek samping yang dapat terjadi meliputi takikardi, palpitasi, kelemahan, lelah dan hipertensi postural yang dapat menimbulkan masalah pada pasien-pasien pasca penyakit serebrovaskuler atau riwayat sinkop. Pusing atau vertigo dan sefalgia terjadi pada 10-15% pasien, dan hipertensi postural pada 2-5% pasien.

3. Intervensi Invasif
1) Open prostatektomi
Dikenal 2 cara :
a. Freyer
Teknik : suprapubik transvesikacal prostatektomi
Balfied tahun 1887 pertama kali melakukan pembedahan cara ini, kemudian oleh Sir Peter Freyer dari London dilaporkan pada kongres SIU di Paris tahun 1900.
b. Millin
Teknik : Retropubik transkapsular prostatektomi.
Tahun 1945 dikenalkan oleh Terence Millin dari Inggris
Keuntungan : Sumber perdarahan jelas dan apeks prostat lebih mudah dicapai.
Operasi terbuka ini dianjurkan pada BPH dengan berat lebih dari 50 gram atau yang diperkirakan tidak dapat reseksi dengan sempurna dalam waktu satu jam. BPH yang disertai penyulit, misalnya batu buli-buli yang diameternya lebih dari 2,5 cm atau multipel dan bila tidak tersedia fasilitas untuk melakukan TUR Prostat baik sarana maupun tenaga ahlinya.

2) Transuretra Reseksi Prostat (TURP)
Pada tahun 1900 diperkenalkan konsep tabung berjendela oleh Hugh Hampton Young dan tahun 1913 Reseksi prostat secara Sistoskopik dikerjakan pertama kali, alat tersebut dimasukkan ke dalam jaringan dan secara “blind” memotong jaringan tersebut dengan pisau yang terdapat dalam tabung tersebut.. Tahun 1924 Reinholdt Wapper dan George Wyeth menemukan electrical Cutting, kemudian Bowie dari Harvard berhasil mengembangkan suatu generator yang berfungsi sebagai cutting dan coagulating. Mc Carthey pada tahun 1932 memperkenalkan alat resektoskop penerawangan langsung dengan lensa for oblique dan kawat lengkung yang berfungsi sebagai pemotong dan koagulasi jaringan prostat. Sejak saat itu sampai sekarang reseksi prostat transuretra menjadi “gold standard” dari pembedahan prostat dan merupakan tindakan endo Urologik terbanyak (90-95%) untuk mengatasi obstruksi intravesikal yang disebabkan oleh BPH.

3) Transuretra Insisi Prostat (TUIP)
Pada TUIP tidak dikerjakan reseksi prostat tetapi hanya melakukan insisi pada posisi jam 5 dan jam 7 dari kelenjar prostat dengan menggunakan pisau dari Collin. TUIP pertama kali dilaporkan oleh ORANDI pada tahun 1973. TUIP hanya dikerjakan untuk BPH obstruktif yang ukurannya kecil, besar RT derajat I atau kurang dari 20 gram. Keuntungan dari TUIP adalah waktu operasi dan waktu rawat inap yang lebih singkat, penyulit yang jauh lebih sedikit tetapi insiden prostat kambuh tentu lebih sering yang masih berbeda pendapat adalah permasalahan tentang panjangnya serta dalamnya insisi.

4) Transuretra Laser Insisi Prostat (TULIP)
Sinar laser sudah lama berperanan dalam pembedahan dan terbukti manfaatnya. Jenis laser yang digunakan pada terapi BPH adalah Nd YAG laser. Pada tahun 1985 SHANBERG melaporkan penggunaan laser pada prostatektomi. Kendala utamanya adalah belum bisa mengarahkan sinar laser secara akurat. Juga karena yang digunakan saat itu kontak laser maka terjadi pengarangan pada ujung probe sehingga kekuatan laser berkurang. Saat ini telah berhasil dibuat peralatan untuk membelokkan sinar laser sehingga tepat mengenai lobus lateral dari prostat. Juga jenis probenya adalah non kontak probe.

4. Intervensi Invasif Minimal
Meliputi :
1) Transuretral Ballon Dilatasi (TUBD)
Dengan menggunakan balon kateter yang berkapasitas antara 75F-110F dengan tekanan antara 3-5 atmosfir, uretra prostatika di dilatasi selama 10-30 menit. Terapi ini dikerjakan untuk BPH yang kecil dan tanpa pembesaran dari lobus medius. Terdapat perbaikan keluhan dan flowmetrik sampai 3-6 bulan sesudah tindakan walaupun secara sitoskopik ternyata tidak ada perbedaan di daerah uretra prostatika pra dan pasca tindakan.
2) Prostat Stent
Stent dibuat dari bahan kawat yang dianyam hingga berbentuk tabung. Stent dipasang di uretra prostatika untuk mencegah berdempetnya prostat.
3) Terapi Termal , dibagi menjadi tiga macam antara lain :
a. Hipertermi
Kelenjar prostat dipanasi 41-45° C, dan pemanasannya dikerjakan dengan menggunakan “probe” baik transrektal ataupun transuretral. Pemanasan dilakukan beberapa kali dengan frekwensi 1-2 kali/ minggu. Setiap kali pemanasan berlangsung kurang lebih satu jam.
b. Transuretral Mikrowave Termoterapi (TUMT)
Termoterapi adalah penyempurnaan dari terapi hipertermia. Dengan menggunakan kateter 22F yang dihubungkan dengan sumber panas mikrowave 1296 MHZ, prostat dipanaskan 45-60° C, sementara itu secara terus-menerus uretra didinginkan sehingga mukosanya tidak rusak. Temperatur juga dipantau terus menerus. Dengan pemanasan yang cukup tinggi tadi akan terjadi destruksi, koagulasi dan akhirnya nekrosis. Pada termoterapi pemanasan dilakukan satu kali. Keuntungannya adalah tidak memerlukan anestesi umum maupun regional, tetapi peralatannya relatif mahal
c. Transuretral Needle Ablasi (TUNA)
Dengan menggunakan alat khusus yang dimasukkan ke kelenjar prostat, kemudian dengan microwave prostat dipanaskan sampai 120° C. Hasil yang pernah dilakukan menunjukkan perbaikan flow maksimal dari 9 ml/ deti menjadi 17 ml/ detik. Penelitian multi senter terus dikerjakan agar mendapat kasus yang cukup banyak untuk dapat diambilk kesimpulan guna generalisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta
Snell, Richard S., 1998, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Ed.3., EGC, Jakarta
Purnomo, Basuki B., 2000, Dasar-Dasar Urologi, Sagung Sto, Jakarta.
Hardjowijoto, S., 1999, Benigna Prostat Hiperplasi, Airlangga University Press, Surabaya.
Wijanarko, S., Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasi (BPH), disampaikan pada temu Ilmiah Penatalaksanaan BPH Pada Tanggal 2 Oktober 1999 di Sukoharjo Room Hotel Sahid Raya Surakarta.
http://www.jr2.ox.ac.uk/bandolier/journal.html
http://www.nature.com/ncpuro/journal/v2/n9/index.html
http://www.ahcpr.gov/clinic/medtep.bphport.htm#bphpsum

Sabtu, 30 Maret 2013

Mekanisme Menelan dan Reflek Batuk


FISIOLOGI MENELAN (deglutisi)
Pada umumnya menelan dibagi menjadi tahap volunter, tahap faringeal, dan tahap esofagel.
1.      Tahap volunter proses menelan
Bila makanaa sudah siap ditelan, secara sadar makanan ditekan dan digulung ke arah posterior ke dalam faring oleh tekanan lidah ke atas dank ke belakang terhadap palatum, proses berlangsung secara otomatis dan tidak dapat dihentikan.

 
 


2.      Tahap faringeal
Bolus makanan di bagian posterior mulut dan faring merangsang daerah reseptor menelan di seluruh pintu faring, khususnya di tiang-tiang tonsil, dan impuls ini berjalan ke batang otak untuk mencetuskan kontraksi otot faringeal secara otomatis sebagai berikut:
·         Palatum mole tertarik ke atas untuk menutupi nares posterior untuk mencegah refluk makanan ke rongga hidung
·         Lipatan palatofaringeal di kedus sisi faring tertarik kea rah medial untuk saling mendekat satu sama lain. Lipatan membentuk celah sagital yang dilewati makana untuk masuk ke faring posterior. Celah ini bersifat selektif, hanya makanan yang sudah dikunyah yang dapat melewati celah ini dan berlangsung kurang dari 1 detik.
·         Pita suara laring bertautan erat dan laring di tarik ke atas dan anterior oleh otot-otot leher bersama ligamen untuk mencegah makanan pergerakan epiglotis ke atas  sehingga epiglotis bergerak ke belakang di atas permukaan laring. Efek ini mencegah masuknya makanan ke dalam trakea. Epiglotis membantu mencegah makan masuk ke pita suara
·         Gerakan laring ke atas juga menarik dan melebarkan pembukaan esofagus. Pada saat yang bersamaan di sfingter faringoesofageal berelaksasi sehingga makanan dapat bergerak bebas dari faring posterior menuju esofagus bagian atas. Saat menelan sfingter ini berkontraksi secara kuat sehingga mencegah udara masuk ke esofagus selama respirasi.
·         Pada saat terangkatnya laring dan relaksasi sfingter faringoesofageal, seluruh dinding faring berkontraksi dan mendorong makanan masuk ke esophagus.
3.      Tahap esofageal
Esofagus berfungsi menyalurkan dari faring ke lambung dengan gerakan khusus. Esofagus menunjukkan 2 tipe gerakan peristaltik: peristaltik primer dan sekunder.  Peristaltik primer dimulai dari faring menyebar ke esofagus selama tahap faringeal. Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung selama 8-10 detik. Jika gelombang ini gagal mendorong semua makanan ke dalam lambung, terjadi gelombang peristaltik sekunder yang dihasilkan dari peregangan esofagus oleh makanan yang tertahan dan terus berlanjut sampai semua makanan masuk lambung.
Sewaktu gelombang peristaltik berjalan, timbul gelombang relaksasi mendahului gelombang peristaltik (relaksasi reseptif), sehingga sfingter gastroesofageal, lambung dan duodenum relaksasi dan memeprsiapkan diri lebih awal untuk menerima makanan.

REFLEK BATUK
Reflek batuk berawal dari iritan / rangsangan menginduksi imuls aferen dari nervus vagus di saluran nafas ke medula oblongata. Lintasan neural medulla memberikan efek sebagai berikut: 
1.      Kira-kira 2,5 liter udara diinspirasi.
2.      Epiglotis menutup , pita suara menutup erat-erat untuk menjerat udara dalam paru.
3.      Otot-otot perut berkontraksi dengan kuat mendorong diafragma, sedang oto-otot ekspirasi lain seperti interkostalis eksternus juga berkontraksi dengan kuat. Akibatnya, tekanan dalam paru meningkat sampai ≥ 100 mmHg.
4.      Pita suara dengan epiglottis sekonyong-konyong terbuka lebar, sehingga udara bertekanan tinggi dalam paru meledak keluar. Udara ini dikeluarkan dengan kecepatan 75-100 mil/jm.
5.      Penekanan kuat pada paru menyebabkan bronkus dan trakea menjadi kolaps sehingga bagian yang tidak berkartilago berinvaginasi kedalam, sehingga udara yang meledak benar-benar mengalir melalui celah-celah bronkus dan trakea. Udara yang mengalir dengan cepat biasanya membawa benda-benda asing apapun yang terdapat di bronkus dan trakea.